Proses terjadinya efek rumah kaca pdf




















Kenaikan suhu bumi sudah di mulai sejak tahun lalu. Menurut para ahli klimatologi, rata rata per tahun kenaikan hanya 0,5 derajat celcius. Sedangkan kenaikan rata rata bumi menurut letak astronomis Indonesia hanya pada 30 tahun terakhir ini sudah mencapai 2 derajat celcius. Itu pun di daerah tertentu mengalami kenaikan suhu yang lebih dahsyat, seperti kota Bandung yang naik hampir 4 derajat celcius dan kota Jakarta 5 derajat celcius.

Kenaikan kenaikan suhu akan terus berlanjut jika manusia tidak berusaha menghentikan aktivitas yang memicu pemanasan global. Inilah dampak terbesar di dirikan rumah kaca. Menggunakan rumah kaca memang sangat membantu tanaman untuk melakukan asimilasi.

Sayangnya bangunan kaca yang di fungsikan untuk memantulkan panas ke dalam rumah membawa efek alamiah. Bahkan secara langsung akan mempengaruhi perubahan suhu di bumi serta pemanasan yang sifatnya mengglobal. Semakin tinggi kenaikan permukaan air laut, akan sangat berdampak pada pulau yang tinggal di dataran rendah dan di kelilingi air. Dengan meningginya permukaan air laut, maka dataran yang berada lebih rendah akan terjadi banjir besar yang mampu menenggelamkan dataran yang lebih rendah dari permukaan laut.

Namun dari pasang surut air laut tersebut dapat memberikan manfaat pasang surut air laut bagi kehidupan manusia yang bergantung hidup di pinggiran laut atau pantai. Global warming juga mampu menjadi penyebab adanya perubahan cuaca yang sifatnya ekstrim. Apalagi di wilayah indonesia yang memiliki iklim yangselalu berganti yang bergantung pada pembagian musim di Indonesia.

Dengan adanya iklim di Indonesia Anda dapat merasakannya dengan panas yang begitu terik dalam kurun waktu lebih lama dari sebelumnya. Dan ketika musim dingin, juga merasakan dingin yang luar biasa. Bahkan pemanasan global dapat menyebabkan hasil pertanian di tanah luas akan menurun.

Resiko gagal panen lebih tinggi kurvanya. Sedangkan di Indonesia memiliki berbagai macam-macam jenis jenis hujan yang dapat mempengaruhi musim yang akan terjadi pada wilayah indonesia, dan biasanya memberikan dampak negatif bagi para petani ketika musim kemarau berkepanjangan yang akan menghasilkan hasil pertanian menurun.

Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir pantai. Hal itu disebabkan oleh banjirnya tambak ikan akibat naiknya muka air laut, ditambah meningkatnya penguapan dan salinitas air laut.

Kenaikan suhu air laut juga menyebabkan terancamnya mata pencaharian nelayan. Hal ini disebabkan kenaikan suhu air laut membawa banyak perubahan bagi kehidupan di bawah laut, seperti pemutihan terumbu karang dan punahnya berbagai jenis ikan. Sementara pergeseran musim serta perubahan pola curah hujan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi sektor pertanian dan perikanan. Hujan akan turun dengan intensitas yang tinggi, namun dalam periode yang lebih pendek sehingga berpotensi menyebabkan banjir dan longsor.

Sementara musim panas terjadi dalam masa yang lebih panjang, sehingga menyebabkan kekeringan. Musim yang tidak menentu akan menyebabkan meningkatnya peristiwa gagal panen, sehingga kita akan mengalami krisis pangan secara nasional. Berbagai kerugian yang telah dan akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia sebagai akibat dampak perubahan iklim adalah sebagai berikut: 1. Namun pada tahun , konsentrasi CO2 telah meningkat hingga ppm.

Dengan pola konsumsi energi seperti sekarang, diperkirakan pada tahun konsentrasi CO2 akan meningkat hingga dua kali lipat dibanding jaman pra industri, yaitu sebesar ppm. Hulme, Dampak lain yang diperkirakan terjadi akibat perubahan iklim adalah tak menentunya pola curah hujan.

Sementara di sebagian tempat lain curah hujan menurun, sehingga berdampak pada terjadinya kekeringan. Naiknya Permukaan Air Laut Berbagai studi IPCC memperlihatkan bahwa telah terjadi kenaikan permukaan air laut sebesar meter dalam tahun terakhir. Menurut IPCC, pada tahun , permukaan air laut akan bertambah antara cm dari permukaan air laut saat ini.

Sebagai dampak naiknya permukaan air laut, maka banyak pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Hal ini tentunya akan menyebabkan mundurnya garis pantai di sebagian besar wilayah Indonesia. Akibatnya, bila ditarik garis batas 12 mil laut dari garis pantai, maka sudah tentu luas wilayah Indonesia akan berkurang. Menurut studi ALGAS , jika Indonesia - dan juga negara lainnya - tidak melakukan upaya apapun untuk mengurangi emisi GRK, maka diperkirakan pada tahun akan terjadi kenaikan permukaan laut setinggi 60 cm.

Jika permukaan pantai landai, maka garis pantai akan mundur lebih dari 60 cm ke arah darat. Hal ini diperkirakan akan mengancam tempat tinggal ribuan bahkan jutaan penduduk yang tinggal di pesisir pantai. Tahun diperkirakan sebanyak ribu rumah di tepi pantai harus dipindahkan atau diperbaiki.

Untuk itu dana yang dibutuhkan sekitar 30 milyar rupiah. Masyarakat nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang pantai akan semakin terdesak. Nelayan juga akan kehilangan mata pencahariannya akibat berkurangnya jumlah tangkapan ikan. Hal ini disebabkan karena tak menentunya iklim sehingga menyulitkan mereka untuk melaut. Naiknya muka air laut tak hanya mengancam kehidupan penduduk pantai, tetapi juga penduduk perkotaan. Kenaikan air laut akan memperburuk kualitas air tanah di perkotaan, karena intrusi atau perembesan air laut yang kian meluas.

Tak hanya itu, banyak infrastruktur kota akan rusak karena "termakan" oleh salinitas air laut. Menurut studi yang dilakukan Tabel 3. Ini Sawah ,5 1. Total 3. Pantai utara Jawa, termasuk kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya.

Pantai timur Sumatera. Pantai selatan, timur dan barat Kalimantan. Pantai barat Sulawesi. Daerah rawa di Irian Jaya yang terletak di pantai barat dan selatan. Akibatnya, kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan akan semakin terasa.

Hal ini akan semakin parah apabila daya tampung sungai dan waduk tidak terpelihara akibat erosi dan sedimentasi. Akibatnya, alga yang merupakan sumber makanan terumbu karang akan mati karena tidak mampu beradaptasi dengan peningkatan suhu air laut.

Hal ini berdampak pada menipisnya ketersediaan makanan terumbu karang. Akhirnya, terumbu karang pun akan berubah warna menjadi putih dan mati coral bleaching. Memanasnya air laut mengakibatkan menurunnya jumlah terumbu karang di In- donesia.

Padahal kepulauan Indonesia saat ini memiliki Pemutihan karang terjadi di bagian timur Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok. Setelah El Nino berlalu, terumbu karang yang rusak punya kesempatan untuk tumbuh kembali. Namun bayangkan jika terjadi perubahan iklim, pemutihan karang akan terjadi secara terus menerus, sehingga tak ada lagi kesempatan bagi terumbu karang untuk tumbuh dan memperbaiki diri kembali.

Pemutihan karang menyebabkan punahnya berbagai jenis ikan karang yang bernilai ekonomi tinggi contohnya, ikan kerapu macan, kerapu sunu, napoleon dan lain- lain karena tak ada lagi terumbu karang yang layak untuk dihuni dan berfungsi sebagai sumber makanan.

Padahal Indonesia mempunyai lebih dari 1. Ikan yang tak tergantung pada terumbu karang akan tumbuh dengan suburnya. Contohnya, ikan belanak, bandeng, tenggiri dan teri, padahal ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yg lebih rendah daripada jenis ikan karang. Tak hanya itu, memanasnya air laut akan mengganggu kehidupan jenis ikan tertentu yang sensitif terhadap naiknya suhu. Ini mengakibatkan terjadinya migrasi ikan ke daerah yang lebih dingin.

Akhirnya, Indo- nesia akan kehilangan beberapa jenis ikan. Akibatnya, nelayan lokal akan makin terpuruk karena menurunnya hasil tangkapan ikan. Dampaknya pada Sektor Kehutanan Diperkirakan akan terjadi pergantian beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di dalam hutan sebagai akibat perubahan iklim. Beberapa spesies akan terancam punah karena tak mampu beradaptasi.

Sebaliknya spesies yang mampu bertahan akan berkembang tak terkendali KLH, Kebakaran hutan bersum- ber pada tiga hal, yaitu kesengajaan manusia, kelalaian manusia dan karena faktor alam. Kebakaran hutan yang kita bahas pada bagian ini adalah yang disebabkan oleh faktor alam. Peningkatan suhu yang terjadi dalam masa yang cukup lama, seperti musim kemarau panjang, mengakibatkan mudah terbakar- nya ranting-ranting atau daun- daun akibat gesekan yang ditimbulkan.

Hal ini menye- babkan kebakaran hutan da- pat terjadi dalam waktu sing- kat dimana api melahap sekian hektar luasan hutan dan berbagai macam keanekara- gaman hayati yang berada di dalamnya. Singkat kata, pening- katan suhu meningkatkan peluang terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu perubahan iklim yang berdampak pada meningkatnya suhu, dipastikan akan meningkatkan potensi kebakaran hutan.

Musim kemarau pada tahun , telah menyebabkan hutan Indonesia seluas 5 juta ha habis terbakar Bapenas, Selain hilangnya sejumlah kawasan hutan, kebakaran hutan juga menyebabkan hilangnya berbagai keanekaragaman hayati, terutama yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Belum lagi dampak sosial dan kesehatan yang ditimbulkan bagi masyarakat setempat. Pada umumnya semua bentuk sistem pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Terjadinya keterlambatan musim tanam atau panen akan memberikan dampak yang besar baik secara langsung maupun tak langsung, seperti ketahanan pangan, industri pupuk, transportasi dan lain-lain.

Tak menentunya iklim berdampak pada turunnya produksi pangan di Indonesia, akibatnya Indone- sia harus mengimpor beras. Pada tahun , In- donesia mengimpor sebesar ribu ton beras dan tahun jumlah beras yang diimpor lebih dari satu juta ton KLH, Sementara menurut Badan Pusat Statistik, produksi padi tahun menurun sebesar 3,5 persen atau 2,9 juta ton dibanding tahun Kompas, 19 Oktober Tabel 3.

Data dari Depar- temen Pertanian me- Normal Dari La-Nina Tingginya El-Nino Akibatnya dana simpanan milik petani seharusnya untuk modal tanam digunakan untuk biaya hidup. Sehingga pada saat musim tanam tiba, petani sudah tidak lagi memiliki modal.

Akibatnya petani akan mengalami penurunan pendapatan bahkan terjerat hutang. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tanah longsor, akibatnya hasil dari tanaman dataran tinggi akan menurun. Perubahan iklim tak hanya menyebabkan banjir tetapi juga kekeringan.

Sebagaimana halnya banjir, kekeringan membawa kerugian yang serupa pada sektor pertanian. Dari Wonogiri, Jawa Tengah , dikabarkan bahwa sawah yang mengalami kekeringan pada musim kemarau seluas Dampaknya pada Sektor Kesehatan Dampak lain dari perubahan iklim di Indonesia adalah meningkatnya frekuensi penyakit tropis, seperti malaria dan demam berdarah.

Hal ini disebabkan oleh naiknya suhu udara yang menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek. Dampaknya, nyamuk malaria dan demam berdarah akan berkembangbiak lebih cepat. Balita, anak-anak dan usia lanjut sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Untuk kasus malaria, di Jawa dan Bali terjadi kenaikan penyakit malaria, dari 18 kasus per ribu pada tahun , menjadi 48 kasus per ribu penduduk di tahun , atau naik hampir 3 kali lipat Kompas, 18 Januari Kasus terbanyak ada di NTT yaitu Jika kita tak berupaya menghambat terjadinya perubahan iklim, maka kasus ma- laria di Indonesia akan naik dari 2.

Selain itu, kebakaran hutan juga menghasilkan kualitas udara yang buruk dan menurunkan derajat kesehatan penduduk di sekitar lokasi. Peristiwa kebakaran hutan tahun mengakibatkan sekitar 12,5 juta populasi di delapan provinsi terpapar asap dan debu PM Diduga kebakaran hutan juga menghasilkan racun dioksin yang dapat menyebabkan kanker dan kemandulan bagi wanita Tempo, 27 Juni Menurunnya kesehatan penduduk mengakibatkan kerugian berupa hilangnya 2,5 juta hari kerja.

Kebakaran hutan juga menyebabkan kematian sebanyak kasus KLH, Intensitas hujan yang tinggi dengan periode yang singkat akan menyebabkan bencana banjir. Jika terjadi banjir maka akan mengkontaminasi persediaan air bersih. Pada akhirnya perubahan iklim juga berdampak pada mewabahnya penyakit seperti diare dan leptospirosis yang biasanya muncul pasca banjir. Sementara kemarau panjang juga berdampak pada timbulnya krisis air bersih. Sehingga juga berdampak pada wabah penyakit diare dan juga penyakit kulit.

Dampak Sosial dan Ekonomi Tahun , Indonesia telah mengalami 33 kejadian banjir, kebakaran hutan, kemarau, dan 6 bencana angin topan. Kerugian itu terdiri dari menyusutnya lahan persawahan, sawah pasang surut dan perkebunan, tambak ikan, bangunan dan hutan bakau Rozari, Sementara kerugian Indonesia di sektor pertanian akibat perubahan iklim diperkirakan sebesar 23 milyar ru- piah per tahunnya.

Berdasarkan sumber yang sama, perbaikan infrastruktur pesisir akan memerlukan dana 42 milyar rupiah setiap tahunnya. Hal tersebut terdiri atas hilangnya persediaan air, gangguan hidrologi, pengendalian erosi, siklus hara, penguraian limbah, hilangnya penyerapan karbon, hilangnya keanekaragaman hayati dan lain-lain.

Kebakaran hutan tahun , telah menghabiskan biaya kesehatan lebih dari 1,2 trilyun rupiah termasuk 2,5 juta hari kerja yang hilang KLH, Hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan merupakan derita yang harus ditanggung oleh penduduk setempat KLH, Masuknya Isu Perubahan Iklim dalam Agen- da Politik Internasional Meningkatnya bukti-bukti ilmiah akan adanya pengaruh aktivitas manusia terhadap sistem iklim IPCC, sebuah panel ilmiah yang terdiri serta meningkatnya kepedulian masyarakat dari berbagai ilmuwan dari seluruh internasional akan isu lingkungan global, pada dunia, berdiri pada tahun atas akhirnya menyebabkan isu perubahan iklim prakarsa WMO World Meteorological Organization dan UNEP United Na- menjadi salah satu isu penting di dalam agenda tions Environment Programme guna politik internasional.

Termasuk di dalamnya informasi mengenai sumber penyebab terjadinya perubah- an iklim, dampak-dampak yang ditim- bulkan serta strategi yang perlu dilakukan dalam hal pengurangan emisi mitigasi dan adaptasi. Kegiat- an utama IPCC adalah menyediakan sebuah laporan perkembangan informasi terkini mengenai perubahan iklim secara reguler. Laporan IPCC ini dipakai sebagai dasar bagi para pembuat kebijakan dalam melakukan negosiasi perubahan iklim di tingkat internasional.

Mengingat pentingnya bagi pembuat kebi- Laporan IPCC pertama, tahun , menyatakan bahwa bukti-bukti jakan untuk memiliki data-data ilmiah terkini menunjukkan secara jelas akan adanya yang dapat dipertanggungjawabkan guna pengaruh aktivitas manusia terhadap merespon masalah perubahan iklim, maka iklim secara global. IPCC merupakan sebuah lembaga ment Report TAR , berhasil diselesai- yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia kan pada tahun Di dalam laporan tersebut dipastikan bahwa perubahan iklim merupa- kan sebuah ancaman bagi kehidupan seluruh umat manusia.

Pada Desember , PBB secara resmi membentuk sebuah badan antar pemerintah, yaitu Intergovernmental Ne- gotiating Comittee INC untuk melakukan negosiasi ke arah konvensi perubahan iklim. Konvensi Perubahan Iklim pada akhirnya dinyatakan telah berkekuatan hukum sejak 21 Maret setelah diratifikasi oleh 50 negara. Saat ini konvensi tersebut telah diratifikasi oleh lebih dari negara. Dengan demikian, negara-negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut, biasa disebut Para Pihak atau Parties, terikat secara hukum pada ketentuan yang terdapat di dalam konvensi.

Adapun tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim adalah untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat aman, sehingga tidak membahayakan sistem iklim global. Namun konvensi ini belum mencantumkan target-tar- get yang mengikat, seperti target tingkat konsentrasi GRK yang aman serta batasan waktu untuk mencapai target tersebut. Selain itu negara An- Monako, Norwegia, Polandia, Portugal, nex I mempunyai perekonomian dan kemampuan Perancis, Rumania, Selandia Baru, yang lebih baik dalam menghadapi masalah Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, perubahan iklim dibanding negara berkembang.

Oleh karena Tabel 4. Pertemuan ini ditujukan untuk mengkaji ulang pelaksanaan konvensi dan untuk melanjutkan diskusi serta negosiasi dalam menangani masalah perubahan iklim. Conference of the Parties untuk pertama kalinya diselenggarakan pada tanggal 28 Maret - 7 April di Berlin, Jerman.

Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Termasuk di dalamnya untuk memperkuat komitmen negara Annex I, yang tidak tercantum di dalam konvensi, dengan mengadopsi suatu protokol atau bentuk hukum lainnya. Desember di Kyoto, Jepang, barulah berhasil disepakati sebuah kesepakatan dengan komitmen yang lebih berarti. COP 3 yang dikenal dengan Konferensi Kyoto merupakan sebuah ajang pergulatan antara negara maju dan berkembang.

Negara maju An- nex I yang dianggap telah lebih dahulu mengemisikan GRK ke atmosfer melalui kegiatan industrinya menolak untuk memberikan komitmen yang berarti di dalam Protokol Kyoto. Sementara negara berkembang merasa belum mampu untuk menurunkan emisi GRK-nya karena dianggap akan menghambat proses pembangunan di negaranya.

Setelah mengalami pergulatan dan negosiasi yang sangat alot, akhirnya pada hari terakhir pelaksanaan COP 3 disepakatilah sebuah ketentuan yang mengikat secara hukum dengan komitmen Pernyataan AS untuk tidak meratifikasi yang lebih tegas dan lebih detail. Secara hukum Protokol Kyoto mewajibkan Ini dikarenakan ada beberapa dapat berkekuatan hukum. Contohnya Aus- meratifikasi Protokol Kyoto.

Indonesia sendiri hingga saat ini Protokol Kyoto sendiri terutama bertujuan belum meratifikasi Protokol, tetapi langkah-langkah ke arah ini telah untuk mengurangi secara keseluruhan emisi diupayakan sejak pertengahan Seperti halnya pada Konvensi Perubahan Iklim, pembagian tanggung jawab di dalam Protokol Kyoto juga didasari dengan prinsip common but differentiated responsibilities.

Oleh karena itu, berbeda dengan negara maju, negara berkembang tidak dikenai target penurunan emisi serta batasan waktu untuk menurunkan emisi GRK-nya. Namun negara berkembang diharapkan untuk menurunkan emisi GRK-nya secara sukarela. Ini dikarenakan kondisinya yang rentan, perekonomian yang lemah serta rendahnya kemampuan teknologi yang dimiliki. Oleh karena itu negara berkembang harus berupaya agar Protokol Kyoto dapat dilaksanakan secara tegas.

Untuk mendukung agar Protokol Kyoto dapat segera berkekuatan hukum, negara berkem- bang harus segera meratifikasi protokol tersebut. Disamping itu negara berkembang juga harus mengawasi upaya penurunan emisi yang dilakukan oleh negara maju agar sesuai dengan ketentuan yang tertera di protokol.

Protokol Kyoto sendiri baru dapat berkekuatan hukum 90 hari setelah protokol ini diratifikasi oleh minimal 55 negara. CDM Clean Development Mecha- nism Salah satu ketentuan yang terdapat di dalam Protokol Kyoto adalah sebuah mekanisme yang disebut flexibility mechanism atau mekanisme yang fleksibel. Usaha penurunan emisi di negara lain bisa dilakukan melalui tiga mekanisme berikut ini: 1. Joint Implementation JI , mekanisme yang memungkinkan negara maju investor untuk mengimplementasikan proyek yang bisa menurunkan atau menyerap emisi di negara maju lainnya.

Dengan timbal-baliknya, kredit penurunan emisi yang dihasilkan oleh proyek tersebut dimiliki oleh negara investor. Clean Development Mechanism CDM , mekanisme yang memungkinkan negara negara maju untuk meng- implementasikan proyek yang bisa menurunkan atau menyerap emisi di negara berkembang, dimana kredit penurunan emisi yang dihasilkan nantinya dimiliki oleh negara maju tersebut. Selain tujuan membantu negara maju dalam memenuhi target penurunan emisi, mekanisme CDM ini juga bertujuan untuk membantu negara berkembang dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di negara berkembang.

Emission Trading ET , mekanisme yang mengatur negara maju untuk membeli kredit penurunan emisi dari negara maju lainnya tanpa harus melalui kerja sama proyek. Untuk lebih jelasnya, CDM itu sendiri adalah sebuah mekanisme dimana negara maju dapat menurunkan emisi gas rumah kacanya dengan mengembangkan proyek ramah lingkungan, proyek yang terbukti dapat menurunkan emisi GRK, di negara berkembang. Pada intinya mekanisme CDM ini merupakan sebuah bentuk perdagangan karbon, dimana negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi melalui proyek CDM kepada negara Annex I yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi.

Membantu negara berkembang, yang bukan merupakan negara An- nex I, dalam menerapkan pemba- ngunan yang berkelanjutan serta mengupayakan tercapainya tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu menstabilkan konsentrasi GRK dunia hingga pada tingkat yang tidak mengganggu sistem iklim global.

CDM diharapkan dapat mendorong munculnya proyek- proyek ramah lingkungan yang terbukti dapat menurunkan emisi GRK di negara berkem- bang. Namun untuk dapat turut mengembangkan proyek CDM, negara yang bersangkutan, baik negara maju ataupun negara berkembang, harus terlebih dahulu meratifikasi Protokol Kyoto. Sebagai bukti bahwa sebuah proyek CDM telah berhasil menurunkan emisi GRK, maka proyek yang bersangkutan akan dinilai, divalidasi dan diverifikasi hingga akhirnya berhasil mendapatkan sertifikat pengurangan emisi atau lebih dikenal dengan CER Certified Emission Reduction.

Persetujuan dari negara tuan rumah tempat dikem- bangkannya proyek CDM ini sangat diperlukan mengingat CDM harus memberikan keuntungan tidak hanya bagi negara maju, namun juga bagi negara berkembang itu sendiri. Jika negara Annex 1 mendapatkan keuntungan berupa kemudahan dalam menurunkan emisi GRK melalui mekanisme CDM, maka negara berkembang mendapatkan keuntungan antara lain berupa transfer teknologi dari negara maju untuk proyek yang bersangkutan.

Selain itu proyek-proyek CDM haruslah memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, baik lingkungan, sosial dan ekonomi. Untuk menjamin adanya dampak positif proyek CDM bagi masyarakat lokal, maka diharuskan adanya partisipasi dari masyarakat di sekitar proyek CDM ataupun pihak-pihak lain.

Pada saat sebuah proyek didaftarkan ke Badan Ekseku- tif CDM, badan ini akan mempublikasikan dokumen proyek CDM tersebut dan kemudian meminta publik untuk memberikan opini atau komentar mengenai kegiatan proyek tersebut.

Dari kedua proses publik yang transparan dan obyektif tersebut, diharapkan proyek CDM yang telah disetujui tidak akan merugikan masyarakat lokal atau pihak terkait lainnya, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

Mekanisme CDM juga menyediakan dana tambahan, dikenal dengan dana adaptasi, bagi negara-negara yang rentan seperti negara-negara kepulauan small islands states untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan iklim. Oleh karena itu diperlukan beberapa upaya untuk mengurangi laju perubahan iklim. Upaya- upaya ini tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, yaitu pemerintah.

Perlu integrasi dari berbagai pihak yang terkait antara pihak pemerintah dengan pihak industri dan masyarakat, baik itu dalam hal sosi- alisasi agar ma- syarakat da- pat mulai paham akan isu perubahan iklim, maupun program aksi nyata untuk memperlambat laju perubahan iklim.

Berikut ini adalah uraian mengenai hal-hal yang telah dilakukan oleh beberapa pihak, khususnya pemerintah, sehubungan dengan isu perubahan iklim. Selain itu juga dijabarkan mengenai langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh berbagai pihak untuk menghadapi perubahan iklim serta untuk memperlambat lajunya. Upaya yang Telah Dilakukan 1. Sebelumnya, pada tahun , In- donesia telah membentuk Komite Nasional Perubahan Iklim yang berwenang untuk mengurusi berbagai hal yang berkaitan dengan isu perubahan iklim.

Anggota komite ini berasal dari berbagai instansi pemerintah. Sebagai pihak dari konvensi tersebut, Indonesia wajib melaporkan data yang terkait dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim, yaitu sumber emisi GRK, jumlah emisi GRK serta perkiraan dampak yang akan dialami Indonesia jika perubahan iklim terjadi. Sesungguhnya, Pemerintah Indonesia sudah lebih lama berperan aktif dalam isu perubahan iklim. Sebelum tahun , telah dilakukan beberapa studi yang terkait dengan dampak perubahan iklim.

Studi-studi ini dilakukan bersama oleh KLH dan berbagai lembaga penelitian di In- donesia. Dalam pelaksanaannya, pemerintah Indonesia mendapatkan dukungan dana dari berbagai institusi maupun negara asing. Studi lain yang didukung oleh UNEP adalah dampak perubahan iklim terhadap pulau-pulau kecil. Studi yang dilaksanakan dengan dukungan ADB sangat beragam yaitu mengenai sumber emisi, dampak, maupun strategi penanganannya. Selain itu, ADB juga memberikan dukungan dana untuk proses sosialisasi.

Dukungan dana lain datang dari pemerintah Jepang. Bukan hanya dalam pelaksanaan studi tetapi juga dalam proses peningkatan kapasitas dan penyebar- luasan informasi. Pemerintah Nor- wegia juga mem- berikan du- kungan dana dengan fokus pada sektor kehutanan. Hal serupa juga dilaku- kan oleh pemerintah Amerika Serikat, Belanda, Finlandia, Jerman dan beberapa negara lain sejak awal dekade an.

Namun demikian, terlepas dari berbagai studi yang telah dilakukan serta penandatanganan Protokol Kyoto, hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi Protokol Kyoto yang merupakan alat bagi pelaksanaan Konvensi. Upaya ke arah ratifikasi telah dilakukan sejak pertengahan tahun dengan pembuatan naskah akademis serta pembahasan mengenai tingkat ratifikasi di tingkat antar departemen. Telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa fungsi badan nasional ini adalah untuk memberikan persetujuan bahwa proyek-proyek CDM yang bersangkutan terbukti mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan juga meng- untungkan bagi masyarakat lokal.

Badan nasional ini nantinya akan beranggotakan perwakilan dari departemen-departemen yang terkait langsung dengan kegiatan CDM. Diharapkan pada pertengahan tahun , badan nasional ini sudah berdiri dan berfungsi. Industri dan Masyarakat. Isu perubahan iklim masih merupakan isu yang sangat asing bagi industri dan masyarakat.

Kurang mem-buminya isu ini mengakibatkan ketertarikan pihak industri dan masyarakat sangat kecil. Akibatnya, hingga saat ini masih sangat terbatas upaya dari kedua pihak tersebut yang secara khusus ditujukan untuk menurunkan emisi GRK.

Apa yang Harus Dilakukan di Masa Depan? Dengan adanya kenaikan air, beberapa wilayah akan mengalami bencana, seperti banjir, erosi, hilangnya daratan, dan masuknya air laut ke wilayah air tawar. Kemudian, dampak efek rumah kaca di lautan bisa merusak habitat hewan laut. Pasalnya, suhu air laut meningkat dan merusak terumbu karang dan habitat ikan. Efek rumah kaca bisa dikurangi dengan menanam banyak pohon sehingga karbon dioksida bisa banyak diserap.

Sebagai gantinya, kadar oksigen di bumi akan menjadi lebih baik. Kemudian, menerapkan gaya hidup hemat dan sehat. Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan kendaraan ramah lingkungan, sepeda atau mobil listrik. Selanjutnya, detikers juga bisa membatasi pemakaian kantong plastik dengan beralih ke tas yang bisa digunakan berkali-kali. Dengan begitu, limbah plastik akan berkurang menghasilkan gas metana. Semangat mengurangi efek rumah kaca ya!

Jakarta - Saat ini bumi tengah dilanda pemanasan global atau global warming karena meningkatnya efek rumah kaca.



0コメント

  • 1000 / 1000